Senin, 12 Maret 2012

Sepenggal Pengadilan Anggie; Dengan Sistem Jury


     Sang jaksa berdiri dengan sikap gamang, bersiap melakukan pemeriksaan ulang. Dia adalah jaksa berpengalaman dua puluh lima tahun, yang tentu saja tahu bagaimana bersikap, tanpa perlu gamang lebih dahulu. Tapi memperlakukan terdakwa wanita (cantik), untuk kasus yang sedang disorot oleh berbagai media lokal dan luar negeri ini, butuh perlakuan khusus. Bahkan seorang jagal yang paling profesionalpun berdoa lebih dahulu sebelum melakukan tugasnya, bisiknya pelan.
     “Saudara Anggie,” Panggilnya pelan dan sangat sopan. Bahkan seorang sales yang sangat gila prestasi masih kalah sopan dengan jaksa tersebut. “Benarkah blackberry yang terbukti mengirim pesan pada saudara Nasrudin, terdakwa kasus korupsi wisma babu yang kini sudah dipenjara, bukan milik anda?”
     Anggie tercekat. Matanya membelalak, membentuk dua bulatan nan indah. Bibirnya yang penuh bergetar pelan sambil mengucap, “Bukan Bapak Jaksa yang saya hormati.”
     Di luar sidang, jaksa tersebut pasti akan muntah-muntah oleh kepalsuan terdakwa. Tapi ini didalam sidang, tempat dimana kedua belas orang juri harus diyakinkan. Dan jaksa tersebut bersikap tabah dan tersenyum lebih palsu lagi. “Jadi anda menolak mengakui bahwa blackberry itu bukan milik anda?”
     “Betul, Bapak,” Jawabnya mantap, setelah menarik napas dalam-dalam dan dengan tatapan yang bergetar.
     “Anda yakin itu?” Lanjutnya. “Saudari masih ingat kan, kalau sedang disumpah dibawah kitab suci? Itu berarti saudari bersumpah dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.” Empat kata terakhir diucapkan dengan penuh hormat.
     Terdakwa tersebut mengulang jawabannya.

Suasana pengadilan dengan sistem juri (photo oleh google)
     Jaksa tersebut diam sebentar. Pandangannya beralih pada kedua belas juri yang mendengarkan dengan seksama. “Bapak Ibu para Juri, anda semua sudah mendengar jawaban dari terdakwa kan?” Kali ini tatapannya berubah lelah. “Dan saya harap anda semua tidak mengalami kebingungan seperti yang saya alami saat ini.”
     Setiap mata dari dua belas orang tersebut memperhatikan jaksa dengan sikap setuju. Kini, ketiga belas orang yang nampak bersekongkol.
     “Bagaimana bisa seseorang yang pada tahun 2009 mendapat pendapatan total sekitar 100 juta perbulan, belum ditambah pendapatan lain, bisa...”
     “Keberatan yang mulia,” Teriak pembela dengan lantang. “Jaksa mencurigai terdakwa, dengan menyebut pendapatan terdakwa.”
     “Keberatan diterima,” Ujar sang Hakim. Lalu dia memandang pada para juri yang tidak sedang memperhatikannya. “Juri, mohon abaikan pernyataan jaksa tentang pendapatan saudari Anggie yang lain. Jaksa silahkan dilanjutkan.”
     Setelah berbasa-basi sebentar dengan hakim, jaksa melanjutkan. “Bagaimana bisa seseorang yang memiliki pendapatan 100 juta perbulan, tidak bisa membeli gadget populer yang sedang mewabah di kalangan eksekutif muda. Padahal kita semua tahu, gadget populer merupakan suatu keharusan bagi seorang eksekutif muda khususnya seseorang yang menarik seperti saudari Anggie ini, dalam artian, jika tidak memiliki sama artinya dengan ketinggalan jaman.”
     Jaksa tersenyum melihat dua belas dagu itu mengangguk hampir bersamaan. Lalu mengumumkan bahwa pemeriksaan itu telah selesai.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar