Sang jaksa berdiri
dengan sikap gamang, bersiap melakukan pemeriksaan ulang. Dia adalah jaksa
berpengalaman dua puluh lima tahun, yang tentu saja tahu bagaimana bersikap,
tanpa perlu gamang lebih dahulu. Tapi memperlakukan terdakwa wanita (cantik),
untuk kasus yang sedang disorot oleh berbagai media lokal dan luar negeri ini,
butuh perlakuan khusus. Bahkan seorang jagal yang paling profesionalpun berdoa
lebih dahulu sebelum melakukan tugasnya, bisiknya pelan.
“Saudara Anggie,” Panggilnya pelan dan
sangat sopan. Bahkan seorang sales yang sangat gila prestasi masih kalah sopan
dengan jaksa tersebut. “Benarkah blackberry
yang terbukti mengirim pesan pada saudara Nasrudin, terdakwa kasus korupsi
wisma babu yang kini sudah dipenjara, bukan milik anda?”
Anggie tercekat. Matanya membelalak,
membentuk dua bulatan nan indah. Bibirnya yang penuh bergetar pelan sambil
mengucap, “Bukan Bapak Jaksa yang saya hormati.”
Di luar sidang, jaksa tersebut pasti akan
muntah-muntah oleh kepalsuan terdakwa. Tapi ini didalam sidang, tempat dimana
kedua belas orang juri harus diyakinkan. Dan jaksa tersebut bersikap tabah dan
tersenyum lebih palsu lagi. “Jadi anda menolak mengakui bahwa blackberry itu bukan milik anda?”
“Betul, Bapak,” Jawabnya mantap, setelah
menarik napas dalam-dalam dan dengan tatapan yang bergetar.
“Anda yakin itu?” Lanjutnya. “Saudari
masih ingat kan, kalau sedang disumpah dibawah kitab suci? Itu berarti saudari
bersumpah dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.” Empat kata terakhir diucapkan dengan
penuh hormat.
Terdakwa tersebut mengulang jawabannya.
Suasana pengadilan dengan sistem juri (photo oleh google)
Jaksa tersebut diam sebentar. Pandangannya
beralih pada kedua belas juri yang mendengarkan dengan seksama. “Bapak Ibu para
Juri, anda semua sudah mendengar jawaban dari terdakwa kan?” Kali ini
tatapannya berubah lelah. “Dan saya harap anda semua tidak mengalami
kebingungan seperti yang saya alami saat ini.”
Setiap mata dari dua belas orang tersebut
memperhatikan jaksa dengan sikap setuju. Kini, ketiga belas orang yang nampak
bersekongkol.
“Bagaimana bisa seseorang yang pada tahun
2009 mendapat pendapatan total sekitar 100 juta perbulan, belum ditambah pendapatan
lain, bisa...”
“Keberatan yang mulia,” Teriak pembela
dengan lantang. “Jaksa mencurigai terdakwa, dengan menyebut pendapatan
terdakwa.”
“Keberatan diterima,” Ujar sang Hakim. Lalu
dia memandang pada para juri yang tidak sedang memperhatikannya. “Juri, mohon
abaikan pernyataan jaksa tentang pendapatan saudari Anggie yang lain. Jaksa
silahkan dilanjutkan.”
Setelah berbasa-basi sebentar dengan
hakim, jaksa melanjutkan. “Bagaimana bisa seseorang yang memiliki pendapatan
100 juta perbulan, tidak bisa membeli gadget
populer yang sedang mewabah di kalangan eksekutif muda. Padahal kita semua
tahu, gadget populer merupakan suatu
keharusan bagi seorang eksekutif muda khususnya seseorang yang menarik seperti
saudari Anggie ini, dalam artian, jika tidak memiliki sama artinya dengan
ketinggalan jaman.”
Jaksa tersenyum melihat dua belas dagu itu
mengangguk hampir bersamaan. Lalu mengumumkan bahwa pemeriksaan itu telah
selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar