Si
Fulan sangat antusias dengan proyek pembangunan jalan di kampungnya. Segala
permasalahan yang menyangkut pembangunan itu dia tangani dengan rapi dan
lancar. Mulai dari perijinan, proposal permintaan bantuan, hingga pengerjaannya
yang memakan banyak tenaga dan pikiran. Fulan melakukan dengan senang, karena
jalan itu akan sangat berguna bagi masyarakat di sekitarnya. Semua orang sangat
mengagumi sepak terjang Fulan yang nampaknya tanpa pamrih. Memang baru
nampaknya tanpa pamrih. Beberapa orang berkasak-kusuk secara hati-hati, bahwa
proyek itu sarat dengan kepentingan tersembunyi dari Fulan itu sendiri. Namun
tidak ada yang berani untuk mengungkapkan apa kepentingan tersebut, karena
Fulan sudah terlanjur memegang kendali.
Tidak bisa dipungkiri kalau dalam setiap
tindakan yang kita lakukan selalu bermuara pada sebuah kepentingan, baik
kepentingan umum atau kepentingan pribadi. Alur untuk tindakan yang selama ini
dilaksanakan sangat jelas. Saat kita melakukan tindakan awal, biasanya untuk
kepentingan umum. Dan apabila ada penghargaan dari kepentingan umum itu, baru
pada kepentingan pribadi. Alur ini sudah disetujui dari jaman purba.
Namun keserakahan, yang menjadi sifat
dasar manusia, terkadang sulit dikendalikan karena berbagai tuntutan duniawi.
Keserakahan, kerakusan, atau kepuasan diri yang tidak terkendali menyebabkan
manusia kembali ke wujud paling nyata dari mahluk hidup, kejam. Bahkan bisa
lebih kejam dari binatang, mahluk yang tidak memiliki akal pikiran.Kekejaman
manusia bisa memutar balik kepentingan umum yang seharusnya dikedepankan,
menjadi kepentingan pribadi (atau golongan) yang seharusnya diletakkan
belakangan. Meskipun dengan itu harus menggilas berbagai kepentingan umum yang
sifatnya sangat mendesak. Sikap itulah yang disebut dengan oportunis.
Photo by google
Photo by google
Lalu kenapa oportunis tidak diberantas? Karena
oportunis bisa menyaru menjadi apa saja dan siapa saja dengan liciknya.
Oportunis bisa sangat sabar dan hati-hati. Oportunis bisa sangat tenang dan
perhitungan. Oportunis bisa begitu tabah dan tidak dikenali sama sekali.
Oportunis bisa begitu dekat dengan apa saja dan siapa saja. Dan manakala
waktunya sudah tepat, oportunis siap menguasai kehidupan dengan sangat dominan.
Bila waktunya tiba, mereka bisa memiliki berbagai alasan dan pembenaran, yang
mereka anggap masuk akal dan nyatanya menjadi senjata ampuh buat mereka.
Jangan salah, oportunis bisa ada dimana
saja. Bentuk itu kebal terhadap semua yang dianggap suci dalam kehidupan ini,
baik itu agama ataupun adat istiadat. Dan itu sudah pasti ada dalam segala segi
kehidupan modern sekarang ini, khususnya dalam pemerintahan, ideologi,
perdagangan, peperangan, teknologi, dan lain-lain.
Praduga
Tidak Bersalah
Tidak adil kiranya bila
saya tidak memberikan perimbangan terhadap pernyataan saya terhadapa para
oportunis tersebut. Seorang oportunis tetaplah manusia biasa yang punya sifat
baik dan buruk. Sikap oportunis bisa muncul dengan tiba-tiba, sebagaimana sikap
tenggang rasa dalam diri setiap manusia. Seperti telah saya singgung
sebelumnya, kalau oportunis itu ada dalam setiap pribadi manusia.
Alasan yang membuat kemunculan sifat
oportunis dari seseorang ada dua, alasan eksternal dan internal. Alasan eksternal
muncul akibat keterdesakan kebutuhan duniawi yang sangat besar. Alasan internal
muncul karena seseorang tersebut tidak bisa mengendalikan jiwa oportunis yang
bersemayam dalam dirinya. Kedua alasan itu bisa muncul dengan adanya pemicu
dari luar. Ada orang yang menganggap pemicu itu sebagai kesempatan, rejeki,
cobaan, ataupun beban. Bukankah dalam diri kita akan muncul sedikit atau banyak
sikap oportunis bila dipicu oleh hal-hal seperti itu?
Kembali
Pada Cerita Si Fulan Tadi
Saya selalu percaya ada
tiga norma atau aturan tidak tertulis yang selalu membuat masyarakat kita
selalu aman dan sentosa, seperti sekarang ini, yaitu agama, keluarga, dan
masyarakat. Aturan agama mewajibkan setiap manusia memiliki hubungan baik bagi
manusia lain. Keluarga mengajarkan manusia untuk mengerti baik dan buruk sejak
dini. Sedangkan masyarakat memberi keleluasaan yang sifatnya terbatas bagi
setiap individu, dalam artian, tidak ada orang yang boleh bertindak
sewenang-wenang.
Dan jika tiga aturan itu diterapkan pada si
Fulan, yang sedang mengerjakan proyek pembangunan jalan tersebut, tentu tidak
akan memberikan kesempatan pada dia untuk mengutamakan kepentingan pribadi,
atau paling tidak mengurangi. Dan kasak kusuk di belakangpun tidak perlu
dilakukan.
Si Fulan tentu akan membagi pengerjaan
proyek itu dengan warga lain, untuk mengantisipasi prasangka buruk, karena
sebuah proyek selalu menyertakan dana yang besar. Warga lain yang ikut serta
dalam proyek itu bisa menjadi semacam partner sekaligus auditor, yang berguna
untuk informasi masyarkat. Dengan begitu kemunculan seorang oportunis di tengah
masyarakat akan dapat dicegah. Karena bila oportunis sudah terlanjur muncul,
itu akan menghancurkan kehidupan masyarakat itu sendiri.
Tidak percaya? Tengok kinerja para presiden
(yang pernah dan sedang menjabat negeri ini), semua dirusak dengan orang-orang
di sekitar mereka yang mengedepankan kepentingan pribadi (golongan), diatas
kepentingan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar