Rabu, 09 Mei 2012

Oportunis, Bentuk Paling Berbahaya Dalam Kehidupan Ini


     Si Fulan sangat antusias dengan proyek pembangunan jalan di kampungnya. Segala permasalahan yang menyangkut pembangunan itu dia tangani dengan rapi dan lancar. Mulai dari perijinan, proposal permintaan bantuan, hingga pengerjaannya yang memakan banyak tenaga dan pikiran. Fulan melakukan dengan senang, karena jalan itu akan sangat berguna bagi masyarakat di sekitarnya. Semua orang sangat mengagumi sepak terjang Fulan yang nampaknya tanpa pamrih. Memang baru nampaknya tanpa pamrih. Beberapa orang berkasak-kusuk secara hati-hati, bahwa proyek itu sarat dengan kepentingan tersembunyi dari Fulan itu sendiri. Namun tidak ada yang berani untuk mengungkapkan apa kepentingan tersebut, karena Fulan sudah terlanjur memegang kendali.
     Tidak bisa dipungkiri kalau dalam setiap tindakan yang kita lakukan selalu bermuara pada sebuah kepentingan, baik kepentingan umum atau kepentingan pribadi. Alur untuk tindakan yang selama ini dilaksanakan sangat jelas. Saat kita melakukan tindakan awal, biasanya untuk kepentingan umum. Dan apabila ada penghargaan dari kepentingan umum itu, baru pada kepentingan pribadi. Alur ini sudah disetujui dari jaman purba.
     Namun keserakahan, yang menjadi sifat dasar manusia, terkadang sulit dikendalikan karena berbagai tuntutan duniawi. Keserakahan, kerakusan, atau kepuasan diri yang tidak terkendali menyebabkan manusia kembali ke wujud paling nyata dari mahluk hidup, kejam. Bahkan bisa lebih kejam dari binatang, mahluk yang tidak memiliki akal pikiran.Kekejaman manusia bisa memutar balik kepentingan umum yang seharusnya dikedepankan, menjadi kepentingan pribadi (atau golongan) yang seharusnya diletakkan belakangan. Meskipun dengan itu harus menggilas berbagai kepentingan umum yang sifatnya sangat mendesak. Sikap itulah yang disebut dengan oportunis.

Photo by google
     Lalu kenapa oportunis tidak diberantas? Karena oportunis bisa menyaru menjadi apa saja dan siapa saja dengan liciknya. Oportunis bisa sangat sabar dan hati-hati. Oportunis bisa sangat tenang dan perhitungan. Oportunis bisa begitu tabah dan tidak dikenali sama sekali. Oportunis bisa begitu dekat dengan apa saja dan siapa saja. Dan manakala waktunya sudah tepat, oportunis siap menguasai kehidupan dengan sangat dominan. Bila waktunya tiba, mereka bisa memiliki berbagai alasan dan pembenaran, yang mereka anggap masuk akal dan nyatanya menjadi senjata ampuh buat mereka.
     Jangan salah, oportunis bisa ada dimana saja. Bentuk itu kebal terhadap semua yang dianggap suci dalam kehidupan ini, baik itu agama ataupun adat istiadat. Dan itu sudah pasti ada dalam segala segi kehidupan modern sekarang ini, khususnya dalam pemerintahan, ideologi, perdagangan, peperangan, teknologi, dan lain-lain.
Praduga Tidak Bersalah
     Tidak adil kiranya bila saya tidak memberikan perimbangan terhadap pernyataan saya terhadapa para oportunis tersebut. Seorang oportunis tetaplah manusia biasa yang punya sifat baik dan buruk. Sikap oportunis bisa muncul dengan tiba-tiba, sebagaimana sikap tenggang rasa dalam diri setiap manusia. Seperti telah saya singgung sebelumnya, kalau oportunis itu ada dalam setiap pribadi manusia.
     Alasan yang membuat kemunculan sifat oportunis dari seseorang ada dua, alasan eksternal dan internal. Alasan eksternal muncul akibat keterdesakan kebutuhan duniawi yang sangat besar. Alasan internal muncul karena seseorang tersebut tidak bisa mengendalikan jiwa oportunis yang bersemayam dalam dirinya. Kedua alasan itu bisa muncul dengan adanya pemicu dari luar. Ada orang yang menganggap pemicu itu sebagai kesempatan, rejeki, cobaan, ataupun beban. Bukankah dalam diri kita akan muncul sedikit atau banyak sikap oportunis bila dipicu oleh hal-hal seperti itu?
Kembali Pada Cerita Si Fulan Tadi
     Saya selalu percaya ada tiga norma atau aturan tidak tertulis yang selalu membuat masyarakat kita selalu aman dan sentosa, seperti sekarang ini, yaitu agama, keluarga, dan masyarakat. Aturan agama mewajibkan setiap manusia memiliki hubungan baik bagi manusia lain. Keluarga mengajarkan manusia untuk mengerti baik dan buruk sejak dini. Sedangkan masyarakat memberi keleluasaan yang sifatnya terbatas bagi setiap individu, dalam artian, tidak ada orang yang boleh bertindak sewenang-wenang.
     Dan jika tiga aturan itu diterapkan pada si Fulan, yang sedang mengerjakan proyek pembangunan jalan tersebut, tentu tidak akan memberikan kesempatan pada dia untuk mengutamakan kepentingan pribadi, atau paling tidak mengurangi. Dan kasak kusuk di belakangpun tidak perlu dilakukan.
     Si Fulan tentu akan membagi pengerjaan proyek itu dengan warga lain, untuk mengantisipasi prasangka buruk, karena sebuah proyek selalu menyertakan dana yang besar. Warga lain yang ikut serta dalam proyek itu bisa menjadi semacam partner sekaligus auditor, yang berguna untuk informasi masyarkat. Dengan begitu kemunculan seorang oportunis di tengah masyarakat akan dapat dicegah. Karena bila oportunis sudah terlanjur muncul, itu akan menghancurkan kehidupan masyarakat itu sendiri.
     Tidak percaya? Tengok kinerja para presiden (yang pernah dan sedang menjabat negeri ini), semua dirusak dengan orang-orang di sekitar mereka yang mengedepankan kepentingan pribadi (golongan), diatas kepentingan umum.

        
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar